Kamis, 07 Mei 2009

papah cama mamah


waduh....mesrah yowh ortuQ nieyh....

Sabtu, 02 Mei 2009

Walaupun Indonesia telah pulih dari krisis ekonomi di akhir tahun 1990-an, negara ini masih tertinggal dari negara-negara tetangga sehubungan dengan akses terhadap layanan pendidikan yang bermutu. Fokus upaya tersebut saat ini adalah pada kualitas lembaga dan belanja publik. Tantangan utamanya mencakup:

  • Pendaftaran sekolah menengah. Indonesia memiliki pendaftaran sekolah dasar yang cukup universal, tetapi di tingkat menengah pertama, peningkatan berjalan lambat. Hanya 55 persen anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah terdaftar di sekolah menengah pertama.

  • Prestasi pembelajaran siswa. Indonesia terus mendapat prestasi yang rendah dalam uji berstandar internasional atas prestasi siswa, bahkan setelah memperhitungkan kondisi sosial ekonomi. Di tahun 2003, Indonesia mendapat posisi ke-33 dari 45 negara dalam Third International Mathematics Science Study (TIMSS). Di tahun 2006, Program for International Student Assessment (PISA), yang menilai seberapa baik kesiapan siswa berumur 15 tahun dalam menghadapi kehidupan, Indonesia mendapat peringkat 50 dari 57 negara dalam bidang ilmu pengetahuan, membaca dan matematika.

  • Alokasi belanja. Walaupun belakangan ini terjadi peningkatan dalam belanja pendidikan secara keseluruhan, investasi Indonesia untuk pendidikan menengah, terutama menengah pertama, masih kurang. Pada saat yang sama, anggaran operasional telah ditekan karena peningkatan substansial dalam pengeluaran untuk gaji.
Sistem sekolah Indonesia sangat luas dan bervariasi. Dengan lebih dari 50 juta siswa dan 2,6 juta guru di lebih dari 250.000 sekolah, sistem ini merupakan sistem pendidikan terbesar ketiga di wilayah Asia dan bahkan terbesar keempat di dunia (berada di belakang China, India dan Amerika Serikat). Dua menteri bertanggung jawab untuk mengelola sistem pendidikan, dengan 84 persen sekolah berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan sisa 16 persen berada di bawah Departemen Agama (Depag). Sekolah swasta pun memainkan peran penting. Walaupun hanya 7 persen sekolah dasar merupakan sekolah swasta, porsi ini meningkat menjadi 56 persen di tingkat menengah pertama dan 67 persen di tingkat menengah umum.

Tingkat pendaftaran murni sekolah dasar berada di bawah 60% di kabupaten-kabupaten tertinggal dibandingkan dengan di kabupaten maju yang memiliki pendaftaran umum. Tingkat pendaftaran murni untuk pendidikan menengah mengalami peningkatan kuat (saat ini 66% untuk Sekolah Menengah Pertama dan 45% untuk Sekolah Menengah Umum) tapi tetap lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah ini. Indonesia juga tertinggal dengan para tetangganya dalam Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Tinggi, dengan tingkat pendaftaran kotor sebesar 21% dan 11,5% secara berurutan.

Pendidikan merupakan hal penting bagi agenda pembangunan Pemerintah Indonesia. Belanja pendidikan telah meningkat secara signifikan di tahun-tahun terakhir setelah terjadinya krisis ekonomi. Secara nyata, belanja pendidikan meningkat dua kali lipat dari tahun 2000 sampai 2006. Di tahun 2007, belanja untuk pendidikan lebih besar daripada sektor lain, nilainya mencapai US$14 miliar, atau lebih dari 16 persen dari total pengeluaran pemerintah. Sebagai bagian dari PDB (3,4 persen), jumlah ini setara dengan jumlah di negara lain yang sebanding.

Undang-Undang mengenai Pendidikan Nasional (No. 20/2003) dan Amandemen Konstitusi III menekankan bahwa semua warga Indonesia berhak mendapatkan pendidikan; bahwa Pemerintah wajib untuk mendanai pendidikan dasar tanpa biaya; dan bahwa Pemerintah menerima mandat untuk mengalokasikan 20% dari pengeluarannya untuk pendidikan. Undang-Undang Guru (No. 14/2005) menyebutkan perubahan-perubahan penting atas syarat dan ketentuan pemberian kerja untuk sertifikasi guru, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Rencana strategis Departemen Pendidikan untuk tahun 2005-2009 memiliki tiga pilar utama:

  1. Peningkatan akses terhadap pendidikan;
  2. Peningkatan kualitas pendidikan; dan
  3. Pemerintahan yang lebih baik dalam sektor pendidikan.

Di tahun 2005, Pemerintah meluncurkan sebuah program besar yang disebut BOS (Biaya Operasional Sekolah), sebagai upaya untuk menyalurkan dana secara langsung ke sekolah-sekolah agar anak-anak dapat tetap bersekolah dan sekaligus memberikan kebebasan bagi sekolah untuk mengelola dana mereka sendiri. Untuk mendukung hal ini sekaligus upaya desentralisasi secara umum, Pemerintah telah menetapkan prinsip Pengelolaan Berbasis Sekolah dalam sistem pendidikan nasional serta menyediakan kerangka untuk Standar Nasional Pendidikan.